Jangan Mau Salah Sebelum Hakim Memvonis....

Tidak seperti biasanya, pembahasan hari ini sedikit serius, dengan bahasa-bahasa yang juga setengah serius.

Siang itu tepatnya tanggal 30 januari 2011, di penghujung bulan yang cerah, kami baru saja selesai tampil nasyid (nasyid haraki, haraki=pergerakan, contohnya Shoutul harokah, Izzatul Islam, IRA, dll). seperti biasa, harus ada refreshing (rihlah) setelah selesai tampil untuk mengendurkan urat-urat kami yang sejak tadi pagi tengang karena demam panggung dan demam manggung, (beda nih artinya), kalau demam panggung=demam karena akan naik panggung, sedangkan demam manggung=demam karena pengennya manggung terus.... kagak turun-turun, pingsan...pingsan dah....

Kembali serius....
tujuan rihlah hari itu adalah pantai lhoknga, menu siangnya adalah intel (indomie telur), maklum mahasiswa, dan agendanya adalah take a photo, group, lonely, lebay, dan narsis...

Masih belum serius juga y??? oke-oke kita akan masuk ke inti permasalahan sekarang.
ketika jalan pulang, aq (zul azmi) menangkap dengan mata, sesosok pamplet dengan ukuran mungkin 3x3 meter yang terpampang sepi sendiri di pinggir jalan lintas Lhoknga-Banda Aceh, pamplet tersebut bertuliskan seperti ini "JANGAN MAU SALAH SEBELUM HAKIM MEMVONIS", sepintas mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun ketika saya perhatikan lebih lama, dan saya renungi makna yang tersirat di dalamnya, terlepas dari pemahaman setiap orang, karena tentunya setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda. nurani saya berbisik lirih "sepertinyaada yang janggal dengan kata-kata tersebut, kita ulangi "JANGAN MAU SALAH SEBELUM HAKIM MEMVONIS". menurut pemahaman saya yang tentunya penuh dengan keterbatasan, memahami seperti ini, berbuatlah sesuka hati kalian, apakah itu salah atau benar, jika itu benar itu adalah hal bagus buat kita, namun ketika itu adalah hal yang salah, tetaplah jangan berhenti berbuat salah dan kita tidak perlu menginstropeksi diri kita apakah yang kita lakukan itu salah atau benar, karena sudah ada hakim yang akan memvonis itu salah atau benar. nah tidak akan menjadi masalah jika sang hakim adalah orang yang jujur, arif dan bijaksana tetapi akan lain ceritanya sekiranya sang hakim adalah sosok yang korup, pendusta dan zholim. maka kebenaran tidak akan pernah terungkap dan hukum akan menjadi hal yang diperjualbelikan. kita bebas berbohong untuk menutupi kasus kita atau memenangkan kasus yang nyata-nyata kita salah, karena barometernya adalah hakim bukan moralitas kita, selama kita mampu menyuap hakim atau penegak hukum lainnya, selama kita punya uang yang berlimpah untuk melakukan itu semua maka hukum ada di bawah mata kaki kita atau bahkan sejajar dengan tapak kaki kita. efek yang ditimbulkan adalah orang-orang tidak akan takut dan gelisah lagi berbuat kerusakan di negeri ini, karena dia mampu menyuap hakim, moralitas tidak akan menjadi filter utama, orang lemah (baik raga dan harta) akan semakin tertindas, dan orang-orang kaya akan kebal hukum. semoga praktik tersebut tidak terjadi di negeri yang kita cintai ini, dan semoga tidak ada dan tidak akan pernah ada sosok hakim yang korup, pendusta, dan zholim di dunia ini. karena itu akan membawa bencana besar.
menurut pemahaman saya yang terbatas ini, lagi-lagi terlepas dari pemahaman setiap orang, alangkah baiknya kalau kata-kata di pamplet tersebut diganti dengan kata-kata seperti ini "KATAKANLAH SEJUJURNYA MESKIPUN ITU PAHIT". Karena kejujuran meskipun pahit, namun buahnya manis, dan akan memberikan kedamaian dan keadilan bagi negeri ini. Insya Allah.
lagi-lagi terlepas dari pemahaman setiap orang, saya hanya  mencoba mencapaikan apa yang saya pahami.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

seperti na kita punya blog yang berbeda ne
tapi tak apa
perbedaan menyatukan segalanya
hehehe

Unknown mengatakan...

perbedaan itu rahmat dari yang kuasa genk...